Kisah Ibu Sepanjang Masa


Kasih Ibu Sepanjang Masa

Jika perjalanan bumi mengelilingi matahari terukur sejak fajar hingga saat terbenam, maka perjalanan kasih ibu berjalan sepanjang masa. Sejak dalam kandungan hingga tumbuh menjadi manusia mandiri, ibu memegang peranan penting perjalanan anak manusia. Kasih ibu tak berujung, karena seorang ibu tak ubahnya sebuah sekolah bagi anak-anaknya.

Ibu Rumah Tangga Bukan Pembantu Rumah Tangga

Suatu hari seeseorang datang menghadap Rasulullah SAW dan bertanya, “Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik?” Rasulullah SAW menjawab, “Ibumu.” Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah SAW menjawab, “Kemudian ibumu.” Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah SAW menjawab, “Kemudian ibumu.” Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah SAW menjawab lagi, “Kemudian ayahmu.” (Shahih Muslim No.4621).

MENURUT penjelasan seorang teman, penyebutan “ibu” sampai tiga kali dan “ayah” hanya sekali, itu artinya dalam satu rumah harus ada “tiga ibu” dan “satu ayah”.… Hadeh! Ini tentu saja hanya guyonan. Yang benar adalah, bahwa pengulangan kata “ibu” sampai tiga kali menunjukkan bahwa seorang ibu lebih berhak atas anaknya dengan bagian yang lebih lengkap dibanding ayahnya. Bahwa ibu memiliki tiga kali hak lebih banyak daripada ayahnya, bisa dipahami dari kerepotan sang ibu ketika dia hamil, melahirkan, dan menyusui. Tiga hal ini hanya bisa dikerjakan oleh sang ibu, dengan berbagai penderitaannya.

Seorang ibu bisa membuat anaknya nyaman berada di sisinya dan ketika anak dewasa dia akan lebih mampu menyelesaikan masalah yang ada dengan baik. Dia akan lebih mampu mengatasi masalah yang ada dan hidupnya lebih seimbang. Jadi, baik tidaknya seorang anak sangat dipengaruhi oleh ibu yang mengasuh dan mendidiknya.

Peran ibu sebagai pengelola rumah tangga memang sangat kompleks. Tidak sedikit wanita yang merasa bahwa ia menjadi ibu rumah tangga seolah menjadi pembantu rumah tangga. Pekerjaannya menumpuk dan ia harus melakukannya sendirian, karena banyak kaum bapak yang mengira bahwa itu adalah pekerjaan istrinya. Terlalu tega sebenarnya laki-laki yang membiarkan istrinya melakukan semua pekerjaan rumah tangga dan ia sendiri masih ingin dilayani. Istrinya pasti akan sangat lelah dan tidak mempunyai waktu untuk dirinya sendiri.

Mengurai perjalanan pengabdian kaum ibu tak akan terukur. Pasalnya, kelewat panjang dan tidak memiliki ujung akhir. Pengabdiannya selaku manusia bisa jadi paling berat dibanding kaum bapak. “Bagi seorang ibu, mengabdi pada keluarga, atau anak dan suami adalah ibadah,” ujar Dra Hj Cri Puspa Dewi Motik Pramono, MSi atau akrab dipanggil Dewi Motik dalam suatu kesempatan.

Bahkan Nabi Muhammad SAW pun mengungkapkan dengan penegasan kepada kaumnya dengan menyebut ibu ‘tiga’ kali, selanjutnya baru bapak dan seterusnya. Artinya, ini sebuah gambaran, ibu merupakan kaum yang harus diutamakan.

“Menjadi seorang ibu itu sangat berat, tapi bila dijalani dengan ikhlas, tulus dan penuh kesadaran bahwa menjadi ibu sangat mulia, maka yang muncul rasa kebahagiaan,” kata Dewi Motik. Terlebih, lanjutnya, bila anak-anak sudah mampu mandiri dan bertanggung jawab pada perjalanan masa depan selanjutnya, serta suasana keluarga terjaga dalam keadaan harmonis, serasi penuh kedamaian, tentu sangat membahagiakan, niscaya itu merupakan anugerah dari Allah SWT.

Lebih lanjut dicontohkan mengenai betapa hebatnya kaum ibu, khususnya di Indonesia. “Di kala negeri ini mengalami krisis ekonomi, banyak kaum ibu harus berjuang keras banting tulang membantu mencari nafkah untuk keluarga. Tak sedikit ibu-ibu berjuang sendirian bekerja mencari nafkah karena suami mereka mengalami goncangan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK), sementara mencari pekerjaan baru sangat sulit. Sungguh luar biasa,” ungkapnya.

Perihal beratnya tugas seorang ibu di Indonesia, juga diungkapkan dr Lucky Safitri Wydya Kusuma, SpOG, dokter spesialis kebidanan dan kandungan RSUP Persahabatan dan RS Husni Thamrin Jakarta. Menurutnya, seorang ibu di Indonesia tidak saja mengurusi rumah tangga, tapi bekerja di luar rumah. Sementara di sisi lain harus memikirkan gizi anak-anak, terlebih jika sedang mengandung.

“Tapi, yang terjadi di Indonesia, banyak ibu yang tengah hamil tetap bekerja di luar rumah,” katanya. Mengapa demikian? Karena pada umumnya kondisi masyarakat masih hidup dalam status ekonomi menengah ke bawah. Lain hal dengan negara-negara maju. Seperti Jepang, Amerika, negara-negara Eropa, dan lain sebagainya, banyak kaum ibu lebih memilih tinggal di rumah merawat anak-anak dan rela melepaskan pekerjaan maupun kariernya.

Pilihan menjadi perempuan karier atau ‘bekerja’ menjadikan tugas keseharian sebagai seorang ibu bertambah berat. Pasalnya, menilai pekerjaan mengurus keluarga saja sudah cukup berat, apalagi harus membantu mencari nafkah di saat kondisi perekonomian sangat sulit. Sementara di bagian lain, di era sekarang ini banyak ‘polusi’ yang dapat meracuni keluarga dan anak-anak.

“Maraknya narkoba, pergaulan bebas, mudahnya mengakses informasi, seperti lewat internet yang notabene banyak yang tidak bertanggung jawab, juga film-film dan VCD porno dan sebagainya, hal ini semakin menjadikan tugas berat seorang ibu dalam hal pengawasan serta pendidikan anak dan keluarga,” tukas dr Lucky.

Begitu banyak dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi kaum ibu Indonesia sepertinya perlu pemikiran serta sumbangsih pemikiran, minimal bagaimana upaya membagi waktu yang padat tersebut bagi pencurahan perhatian kepada anak dan keluarga.

Baik Dewi Motik maupun Lucky Safitry sependapat jika sesedikit apapun waktu luang, seorang ibu tetaplah mesti ‘menemui’ anak-anak.

Karena, menurut kedua perempuan karier tersebut, anak-anak dan keluarga merupakan bagian nomor satu yang harus diperhatikan. Untuk diperlukan sebuah kesadaran dan pemahaman bahwa tugas dan seberat apapun tugas seorang ibu tak ubahnya merupakan ibadah. Itu sebabnya, harus dijalankan dengan baik, ikhlas, tulus dan penuh kesadaran, karena tugas tersebut merupakan suatu ibadah.

Dalam menjalankan tugas sekaligus ibadah dan ‘multi job’ tersebut, seorang ibu hendaknya tetap mengutamakan keluarga, terutama dalam hal pemberian bekal pendidikan kepada anak-anaknya. Misalnya, pendidikan etika dan agama. Sebab, pendidikan etika dan agama merupakan fundamen sekaligus bekal bagi anak-anak untuk perjalanan hidup selanjutnya.

Sebagai ibu yang baik, mereka harus bisa menjadi suri tauladan untuk anak-anaknya. Ibu yang baik harus bisa memberikan perhatian terbaik pada anaknya karena perhatian dari seorang ibu mampu mencetak generasi bangsa yang unggul dan dapat diandalkan di kemudian hari. Ibu adalah kunci kesuksesan hidup seorang anak, baik untuk agama dan akhlaknya.

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban seorang anak untuk berbakti kepada sang ibu yang memang mempunyai hak untuk dihormati sampai tiga tingkatan. Dan tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dahsyatnya Efek Bacaan Al Quran Untuk Ibu Hamil